Perintah Kurban di Al-Quran dan Hikmah Kisah Nabi Ibrahim-Ismail

Ibadah Qurban dianjurkan untuk dikerjakan setiap tahunnya pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik.

Ibadah Qurban hukumnya sunnah muakkad atau amat ditekankan pengerjaannya. Perintah bagi umat Islam untuk berqurban ini tertera dalam QS. Al Hajj ayat 34, artinya : “ Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan ( qurban ), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Dan sampaikanlah ( Muhammad ) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh ( kepada Allah ). “ QS. Al Hajj : 34.

Selain itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman dalam QS. Al Kautsar mengenai perintah berqurban ini : “ Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. “ ( QS. Al Kautsar : 1-2 ).

Ibadah Qurban memiliki sejarah panjang dalam Islam. Perintah kurban pernah diberikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihi salam, yang bermula dari mimpinya menyembelih anaknya sendiri, Ismail ‘alaihi salam.

Hal ini didasarkan pada riwayat Zaid bin Arqam, mereka ( para sahabat ) berkata : “ Wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, apakah qurban itu ? Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam menjawab : “ Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim. “ HR. Ahmad dan Ibnu Majah.

Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail disebut dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat ayat 99-113. Sebagimana dijelaskan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, bahwa Nabi Ibrahim sempat menanti kehamilan dari istri pertamanya, Sarah, dalam waktu yang sangat lama.

Lantas, ketika usia Sarah kian menua dan tampak sulit mengandung, ia meminta agar Ibrahim ‘alaihi salam menikahi budak mereka, Siti Hajar. Sarah berharap, dari Siti Hajar , Nabi Ibrahim bisa memperoleh anak yang ia dambakan.

Beberapa waktu kemudian, Siti Hajar hamil dan mengandung Ismail. Ketika anak pertamanya itu lahir, Ibrahim berusia 86 tahun.

Pada suatu waktu, ketika Ismail sudah tumbuh besar, Ibrahim bermimpi bahwa ia menyembelih anaknya. Awalnya ia ragu bahwa mimpi itu adalah wahyu. Namun setelah merenung dan memikirkannya, sampailah ia pada kesimpulan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala meminta untuk menyembelihi anaknya sendiri, Ismail.

Ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya, Nabi Ibrahim tidak lantas menunaikan perintah itu, namun bertanya terlebih dahulu kepada putranya, Ismail : “ Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? “ ( QS. As-Shaffat : 102 )

Kemudian, Ismail dengan penuh ikhlas menyambut baik perintah itu. Jawaban Ismail itu tertera diayat yang sama : “ Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. “

Hal ini membuktikan bahwa cinta Ibrahim dan Ismail kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala melebihi segalanya. Cinta itu mengalahkan nafsu-nafsu duniawi, serta menundukkan keinginan keduanya atas perintah Allah.

Namun, saat Nabi Ibrahim mulai menyembelih Ismail, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengganti Ismail dengan seekor kambing gibas, yang bulunya panjang, tebal, dan keriting. Hal ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an.

“ Lalu Kami panggil dia, Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. “ ( QS. As-Shaffat : 104-107 )

Dengan demikian, salah satu hikmah dari ibadah Qurban adalah mengingat ketaqwaan Ibrahim dan Ismail kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana disampaikan KH Said Aqil Siroj, bahwa umat Islam diajarkan untuk meneladani kisah Nabi Ibrahim dan Ismail dengan menjalankan Ibadah Qurban. Teladan itu adalah kesabaran dan keberserahan diri keduanya kepada Allah.

 

Sumber : tirto.id